
Cerita mama Arni Lawa Jati dari Desa Napu
"Saya tidak pernah menyangka, sebuah papan visi keluarga yang saya buat setahun lalu bisa mengubah cara pandang saya tentang hidup."
Nama saya Arni Lawa Jati, tapi di Desa Napu orang biasa memanggil saya Mama Endu. Saya ibu rumah tangga biasa. Penghasilan suami saya tidak tetap. Kadang ada, kadang tidak. Dulu saya merasa hidup hanya dijalani saja, tanpa arah yang jelas. Yang penting hari ini bisa makan, sudah syukur. Menabung rasanya seperti hal yang mustahil bagi kami.
Semuanya mulai berubah ketika saya ikut pelatihan Manajemen Rumah Tangga yang difasilitasi oleh SOPAN Sumba pada tahun 2024. Waktu itu, saya bersama suami dan beberapa keluarga lain diajak untuk membuat papan visi dan misi keluarga. Awalnya saya tidak begitu paham apa maksudnya, tapi ketika kami menulis di kertas "Keluarga yang sehat, bahagia, dan sejahtera," hati saya terasa hangat. Saya jadi berpikir, selama ini kami hidup tanpa tujuan yang jelas. Padahal kalau punya arah, kita bisa lebih semangat untuk mencapainya.
Dari situ saya dan suami mulai menyusun beberapa misi kecil. Kami menulis bahwa kami ingin rajin ke posyandu, membuat dapur hidup, menabung 50 ribu rupiah setiap bulan, dan memelihara lima ekor kambing. Tidak semua bisa langsung dilakukan, tapi kami berusaha sedikit demi sedikit. Salah satu yang paling membekas bagi saya adalah menabung untuk pendidikan anak kami.
Saya ingat, setelah pelatihan itu selesai, saya langsung berinisiatif membuat celengan dari kaleng bekas. Saya bilang pada suami, "Kita coba saja. Mungkin tidak banyak, tapi kalau rutin pasti bisa terkumpul." Sejak saat itu, setiap kali ada uang lebih, kami masukkan ke celengan. Kadang cuma lima ribu atau sepuluh ribu. Tapi yang paling membuat saya bahagia, anak saya ikut mendukung. Kalau dia dapat uang dari siapa saja, dia langsung bilang, "Ini untuk celengan, Mama."
Ketika staf SOPAN datang berkunjung pada 10 Juli 2025, saya bangga bisa menunjukkan hasilnya. Saya tidak pernah menyangka, sebuah papan visi keluarga yang saya buat setahun lalu bisa mengubah cara pandang saya tentang hidup. Celengan kami sudah berisi lebih dari dua ratus ribu rupiah. Bukan jumlah yang besar, tapi bagi kami itu simbol dari perubahan. Saya dan suami sudah membuat komitmen bersama, bahwa celengan ini baru akan dibuka ketika anak kami masuk SMP nanti.

Jika ada pertanyaan atau kritik silahkan hubungi kami